Siroji

  • Home
  • Menu▼
    • About
    • Sitemap
  • Label▼
    • Dunia
    • Indonesia
    • Politik
Siroji » Arsip 2011

lambang yayasan dan pondok sirojul islam

Siroji Updated at: 07.42


cara membuat read more

cara membuat read more

Siroji Updated at: 06.22

Langkah-langkah cara membuat Read More Otomatis di Blogspot
*Login ke Blog anda
*Buka halaman design > Edit HTML > centang Expand template widget
*Cari kode </head> gunakan CTRL + F untuk mempermudah pencarian
*Paste kode berikut tepat dibawah </head>
<script type='text/javascript'> var thumbnail_mode = &quot;no-float&quot; ; summary_noimg = 430; summary_img = 340; img_thumb_height = 100; img_thumb_width = 120; </script> <script src='http://script-bamz-us.googlecode.com/files/read-moreotomatis.js' type='text/javascript'/>

*Selanjutnya cari kode <data:post.body/> atau <p><data:post.body/></p> ( seperti biasan gunakan CTRL + F untuk mempermudah pencarian. Jika ditemukan 2 kode yang sama, gunakan atau ganti yang pertama.
*Jika sudah ketemu silahkan anda ganti kode tersebut dengan kode dibawah ini
 <b:if cond='data:blog.pageType != &quot;item&quot;'>
<div expr:id='&quot;summary&quot; + data:post.id'><data:post.body/></div>
<script type='text/javascript'>createSummaryAndThumb(&quot;summary<data:post.id/>&quot;);
</script>
<span class='rmlink' style='float:right;padding-top:20px;'>
<a expr:href='data:post.url'>read more</a></span>
</b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'><data:post.body/></b:if>

*Finish simpan template dan lihat hasilnya

Kesaksian Abraham David Mandey memeluk Islam

Kesaksian Abraham David Mandey memeluk Islam

Siroji Updated at: 20.52

Saya terlahir dengan nama Abraham David di Manado, 12 Februari 1942. Sedangkan, Mandey adalah nama fam (keluarga) kami sebagai orang Minahasa, Sulawesi Utara. Saya anak bungsu dan tiga bersaudara yang seluruhnya laki-laki. Keluarga kami termasuk keluarga terpandang, baik di lingkungan masyarakat maupun gereja. Maklum, ayah saya yang biasa kami panggil papi, adalah seorang pejabat Direktorat Agraria yang merangkap sebagai Bupati Sulawesi pada awal revolusi kemerdekaan Republik Indonesia yang berkedudukan di Makasar. Sedangkan, ibu yang biasa kami panggil mami, adalah seorang guru SMA di lingkungan sekolah milik gereja Minahasa.

Sejak kecil saya kagum dengan pahlawan-pahlawan Perang Salib seperti Richard Lion Heart yang legendaris. Saya juga kagum kepada Jenderal Napoleon Bonaparte yang gagah perwira. Semua cerita tentang kepahlawanan, begitu membekas dalam batin saya sehingga saya sering berkhayal menjadi seorang tentara yang bertempur dengan gagah berani di medan laga.

Singkatnya, saya berangkat ke Jakarta dan mendaftar ke Mabes ABRI. Tanpa menemui banyak kesulitan, saya dinyatakan lulus tes. Setelah itu, saya resmi mengikuti pendidikan dan tinggal di asrama. Tidak banyak yang dapat saya ceritakan dari pendidikan militer yang saya ikuti selama 2 tahun itu, kecuali bahwa disiplin ABRI dengan doktrin “Sapta Marga”-nya telah menempa jiwa saya sebagai perwira remaja yang tangguh, berdisiplin, dan siap melaksanakan tugas negara yang dibebankan kepada saya.

Meskipun dipersiapkan sebagai perwira pada bagian pembinaan mental, tetapi dalam beberapa operasi tempur saya selalu dilibatkan. Pada saat-saat operasi pembersihan G-30S/PKI di Jakarta, saya ikut bergabung dalam komando yang dipimpin Kol. Sarwo Edhie Wibowo (almarhum).

Setelah situasinegara pulih yang ditandai dengan lahirnya Orde Baru tahun 1966, oleh kesatuan saya ditugaskan belajar ke STT (Sekolah Tinggi Teologi) milik gereja Katolik yang terletak di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Di STI ini, selama 5 tahun (1966-1972) saya belajar, mendalami, mengkaji, dan diskusi tentang berbagai hal yang diperlukan sebagai seorang pendeta. Di samping belajar sejarah dan filsafat agama Kristen. STT juga memberikan kajian tentang sejarah dan filsafat agama-agama di dumia, termasuk studi tentang Islam.

Menjadi Pendeta.

Sambil tetap aktif d TNI-AD, oleh Gereja Protestan Indonesia saya ditugaskan menjadi Pendeta II di Gereja P***** (edited) di Jakarta Pusat, bertetangga dengan Masjid Sunda Kelapa. Di gereja inilah, selama kurang lebih 12 tahun (1972-1984) saya memimpin sekitar 8000 jemaat yang hampir 80 persen adalah kaum intelektual atau masyarakat elit.

Di Gereja P***** (edited) ini, saya tumpahkan seluruh pengabdian untuk pelayanan firman Tuhan. Tugas saya sebagai Pendeta II, selama memberikan khutbah, menyantuni jemaat yang perlu bantuan atau mendapat musibah, juga menikahkan pasangan muda-mudi yang akan berumah tangga.

Kendati sebagai pendeta, saya juga anggota ABRI yang harus selalu siap ditugaskan di mana saja di wilayah Nusantara. Sebagai perwira ABRI saya sering bertugas ke seluruh pelosok tanah air Bahkan, ke luar negeri dalam rangka tugas belajar dari markas, seperti mengikuti kursus staf Royal Netherland Armed Forces di Negeri Belanda. Kemudian, pada tahun 1969 saya ditugaskan untuk mengikuti Orientasi Pendidikan Negara-negara Berkembang yang disponsoni oleh UNESCO di Paris, Prancis.

Dilema Rumah Tangga

Kesibukkan saya sebagai anggota ABRI ditambah tugas tugas gereja, membuat saya sibuk luar biasa. Sebagaipendeta, saya lebih banyak memberikan perhatian kepada jemaat. Sementara,kepentingan pribadi dan keluarga nyaris tergeser. Istri saya, yang putri mantan Duta Besar RI di salah satu negara Eropa, sering mengeluh dan menuntut agar saya memberikan perhatian yang lebih banyak buat rumah tangga.

Tetapi yang namanya wanita, umumnya lebih banyak berbicara atas dasar perasaan. Karena melihat kesibukan saya yang tidak juga berkurang, ia bahkan meminta agar saya mengundurkan diri dan tugas-tugas gereja, dengan alasan supaya lebih banyak waktu untuk keluarga. Tenth saja saya tidak dapat menerima usulannya itu. Sebagai seorang “Pelayan Firman Tuhan” saya telah bersumpah bahwa kepentingan umat di atas segalanya.

Problem keluarga yang terjadi sekitar tahun 1980 ini kian memanas, sehingga bak api dalam sekam. Kehidupan rumah tangga saya, tidak lagi harmonis. Masalah-masalah yang kecil dan sepele dapat memicu pertengkaran. Tidak ada lagi kedamaian di rumah. Saya sangat mengkhawatirkan Angelique, putri saya satu-satunya. Saya khawatir perkembangan jiwanya akan terganggu dengan masalah yang ditimbulkan kedua orang tuanya. Oleh karenanya, saya bertekad harus merangkul anak saya itu agar ia mau mengerti dengan posisi ayahnya sebagai pendeta yang bertugas melayani umat. Syukur, ia mau mengerti. Hanya Angeliquelah satu-satunya orang di rumah yang menyambut hangat setiap kepulangan saya.

Dalam kesunyian malam saat bebas dan tugas-tugas gereja, saya sering merenungkan kehidupan ramah tangga saya sendiri. Saya sering berpikir, buat apa saya menjadi pendeta kalau tidak mampu memberikan kedamaian dan kebahagiaan buat rumah tangganya sendiri. Saya sering memberikan khutbah pada setiap kebaktian dan menekankan hendaknya setiap umat Kristen mampu memberikan kasih kepada sesama umat manusia. Lalu, bagaimana dengan saya?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu semakin membuat batin saya resah. Saya mencoba untuk memperbaiki keadaan. Tetapi, semuanya sudah terlambat. Istri saya bahkan terang terangan tidak mendukung tugas-tugas saya sebagai pendeta. Saya benar-benar dilecehkan. Saya sudah sampal pada kesimpulan bahwa antara kami berdua sudah tidak sejalan lagi.

Lalu, untuk apa mempertahankan rumah tangga yang sudah tidak saling sejalan? Ketika niat saya untuk “melepas” istri, saya sampaikan kepada sahabat-sahabat dekat saya sesama pendeta, mereka umumnya menyarankan agar saya bertindak lebih bijak. Mereka mengingatkan saya, bagaimana mungkin seorang pendeta yang sering menikahkan seseorang, tetapi ia sendiri justru menceraikan istrinya? Bagaimana dengan citra pendeta di mata umat? Begitu mereka mengingatkan.

Apa yang mereka katakan semuanya benar. Tetapi, saya sudah tidak mampu lagi mempertahankan bahtera rumah tangga. Bagi saya yang terpenting saat itu bukan lagi persoalan menjaga citra pendeta. Tetapi, bagaimana agar batin saya dapat damai. Singkatnya, dengan berat hati saya terpaksa menceraikan istri saya. Dan, Angelique, putri saya satu-satunya memilih ikut bersama saya.

Mencari Kedamaian

Setelah kejadian itu, saya menjadi lebih banyak melakukan introspeksi. Saya menjadi lebih banyak membaca literatur tentang filsafat dan agama. Termasuk kajian tentang filsafat Islam, menjadi bahan yang paling saya sukai. Juga mengkaji pemikiran beberapa tokoh Islam yang banyak dilansir media massa.

Salah satunya tentang komentar K.H. E.Z. Muttaqin (almarhum) terhadap krisis perang saudara di Timur Tengah, seperti diYerusalem dan Libanon. Waktu itu (tahun 1983), K.H.E.Z. Muttaqin mempertanyakan dalam khutbah Idul Fitrinya, mengapa Timur Tengah selalu menjadi ajang mesiu dan amarah, padahal di tempat itu diturunkan para nabi yang membawa agama wahyu dengan pesan kedamaian?

Saya begitu tersentuh dengan ungkapan puitis kiai dan Jawa Barat itu. Sehingga, dalam salah satu khutbah saya di gereja, khutbah Idul Fitni K.H. E.Z. Muttaqin itu saya sampaikan kepada para jemaat kebaktian. Saya merasakan ada kekagetan di mata para jemaat. Saya maklum mereka terkejut karena baru pertama kali mereka mendengar khutbah dari seorang pendeta dengan menggunakan referensi seorang kiai Tetapi, bagi saya itu penting, karena pesan perdamaian yang disampaikan beliau amat manusiawi dan universal.

Sejak khutbah yang kontroversial itu, saya banyak mendapat sorotan. Secara selentingan saya pemah mendengar “Pendeta Mandey telah miring.” Maksudnya, saya dinilai telah memihak kepada salah satu pihak. Tetapi, saya tidak peduli karena yang saya sampaikan adalah nilai-nilai kebenaran.

Kekaguman saya pada konsep perdamaian Islam yank diangkat oleh KH. E.Z. Muttaqin, semakin menarik saya lebih kuat untuk mendalami konsepsi-konsepsi Islam lainnya. Saya ibarat membuka pintu, lalu masuk ke dalamnya, dan setelah masuk, saya ingin masuk lagi ke pintu yang lebih dalam. Begitulah perumpamaannya. Saya semakin “terseret” untuk mendalami, konsepsi Islam tentang ketuhanan dan peribadahan

Saya begitu tertarik dengan konsepsi ketuhanan Islam yang disebut “tauhid”. Konsep itu begitu sederhana, lugas, dan tuntas dalam menjelaskan eksistensi Tuhan yang oleh orang Islam disebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga, orang yang paling awam sekalipun akan mampu mencemanya. Berbeda dengan konsepsi ketuhanan Kristen yang disebut Trinitas. Konsepsi ini begitu rumit, sehingga diperlukan argumentasi ilmiah untuk memahaminya.

Akan halnya konsepsi peribadatan Islam yang disebut syariat, saya melihatnya begitu teratur dan sistematis. Saya berpikir seandainya sistemper ibadatan yang seperti ini benar benar diterapkan, maka dunia yang sedang kacau ini akan mampu di selamatkan.

Pada tahun 1982 itulah saya benar-benar mencoba mendekati Islam. Selama satu setengah tahun saya melakukar konsultasi dengan K.H. Kosim Nurzeha yang juga aktif di Bintal (Pembinaan Mental) TNI-AD. Saya memang tidak ingin gegabah dan tergesa-gesa, karena di samping saya seorang pendeta, saya juga seorang perwira Bintal Kristen dilingkungan TNI-AD. Saya sudah dapat menduga apa yang akan terjadi seandainya saya masuk Islam.

Tetapi, suara batin saya yang sedang mencari kebenaran dan kedamaian tidak dapat diajak berlama-lama dalam kebimbangan. Batin saya mendesak kuat agar saya segera meraih kebenaran yang sudah saya temukan itu.

Oh, ya, di samping Pak Kosim Nurzeha, saya juga sering berkonsultasi dengan kolega saya di TNI-AD. Yaitu, Dra. Nasikhah M., seorang perwira Kowad (Korps.Wanita Angkatan Darat) yang bertugas pada BAIS (Badan Intelijen dan Strategi) ABRI.

Ia seorang muslimah lulusan UGM (Universilas Gajah Mada) Yogyakarta, jurusan filsafat. Kepadanya saya sering berkonsultasi tentang masalah-masalah pribadi dan keluarga. Ia sering memberi saya buku-buku bacaan tentang pembinaan pribadi dan keluarga dalam Islam. Saya seperti menemukan pegangan dalam kegundahan sebagai duda yang gagal dalam membina rumah tangganya.

Akhirnya, saya semakin yakin akan hikmah dibalik drama rumah tangga saya. Saya yakin bahwa dengari jalan itu, Tuhan ingin membimbing saya ke jalan yang lurus dan benar. Saya bertekad, apa pun yang terjadi saya tidak akan melepas kebenaran yang telah saya raih ini.

Akhimya, dengan kepasrahan yang total kepada Tuhan, pada tanggal 4 Mei 1984 saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat dengan bimbingan Bapak K.H. Kosim Nurzeha dan saksi Drs. Farouq Nasution di Masjid Istiqial. Allahu Akbar. Hari itu adalah hari yang amat bersejarah dalam hidup saya. Han saat saya menemukan diri saya yang sejati.

Menghadapi Teror

Berita tentang keislaman saya ternyata amat mengejutkan kalangan gereja, termasuk di tempat kerja saya di TNI-AD. Wajar, karena saya adalah Kepala Bintal (Pembinaan Mental)Kristen TNI-AD dan di gereja, saya adalah pentolan.

Sejak itu saya mulai memasuki pengalaman baru, yaitu menghadapi tenor dan berbagai pihak. Telepon yang bernada ancaman terus berdening. Bahkan, ada sekelompok pemuda gereja di Tanjung Priok yang bertekad menghabisi nyawa saya, karena dianggapnya telah murtad dan mempermalukan gereja.

Akan halnya saya, di samping menghadapi teror, juga menghadapi persoalan yang menyangkut tugas saya di TNI AD. DGI (Dewan Gereja Indonesia), bahkan menginim surat ke Bintal TNT-AD, meminta agar saya dipecat dan kedinasan dijajaran ABRl dan agar saya mempertanggungjawabkan perbuatan saya itu di hadapan majelis gereja.

Saya tidak penlu menjelaskan secara detail bagaimana proses selanjutnya, karena itu menyangkut rahasia Mabes ABRI. Yang jelas setelah itu, saya menerima surat ucapan tenima kasih atas tugas-tugas saya kepada negara, sekaligus pembebastugasan dan jabatan saya di jajaran TNT-AD dengan pangkat akhir Mayor.

Tidak ada yang dapat saya ucapkan, kecuali tawakal dan menerima dengan ikhlas semua yang tenjadi pada diri saya. Saya yakin ini ujian iman.

Saya yang terlahir dengan nama Abraham David Mandey, setelah muslim menjadi Ahmad Dzulkiffi Mandey, mengalami ujian hidup yang cukup berat. Alhamdulillah, berkat kegigihan saya, akhirnya saya diterima bekerja di sebuab perusahaan swasta. Sedikit demi sedikit kanir saya terus menanjak. Setelah itu, beberapa kali saya pindah kerja dan menempati posisi yang cukup penting. Saya pennah menjadi Manajer Divisi Utama FT Putera Dharma. Pernah menjadi Personel/General Affairs Manager Hotel Horison, tahun 1986-1989, Dan, sejak tahun 1990 sampai sekarang saya bekerja di sebuah bank terama di Jakarta sebagai Safety & Security Coordinator.

Kini, keadaan saya sudah relatif baik, dan saya sudah meraih semua kebahagiaan yang selama sekian tahun saya rindukan. Saya sudah tidak lagi sendiri, sebab Dra. Nasikhah M, perwira Kowad itu, kini menjadi pendamping saya yang setia, insya Allah selama hayat masih di kandung badan. Saya menikahinya tahun 1986. Dan, dan perikahan itu telah lahir seorarig gadis kedil yang manis dan lucu, namariya Achnasya. Sementara, Angelique, putri saya dari istri pertama, sampai hari ini tetap ikut bersama saya, meskipun ia masih tetap sebagai penganut Protestan yang taat.

Kebahagiaan saya semakin bertambah lengkap, tatkala saya mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama istri tercinta pada tahun 1989.

Masuk Islam Karena Baca Buku Anak-anak

Masuk Islam Karena Baca Buku Anak-anak

Siroji Updated at: 20.42

Niken Arumsari terharu ketika mendapat ucapan selamat dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ia baru saja membaca dua kalimah syahadat yang dituntun ketua umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj disaksikan sejumlah pengurus PBNU di lantai 3 gedung PBNU pada Selasa, (20/9) pukul 14.30.

Ternyata, tertariknya Niken ke dalam dekapan Islam yang rahmatan lil-alamin ini bermula dari membaca buku. Dan uniknya, buku bacaan anak-anak.

“Mulanya sejak Maret 2011 lalu saya baca buku anak-anak di rumah baca Al-Karimah, di Matraman. Buku anak-anak itu disajikan dalam bentuk komik, bergambar, dan dengan bahasa sederhana. Di situ dijelasakan apa itu Islam, tentang rukun iman, rukun Islam, solat dan lain-lain,” ungkapnya.

Selain itu, mulanya kedua orang tua Niken adalah muslim yang pindah agama berdasar “panggilan” dan sukarela.

“Mulanya memang kedua orang tua saya adalah muslim,” ungkap lulusan jurusan Sosiologi universitas Indonesia (UI) ini. “Pada waktu SMA, ayah saya pindah ke agama lain. Ketika saya tanyakan, ia bilang inilah panggilan Tuhan. Dan ibu saya yang muslim, ikut agama ayah,” tambahnya.

“Begitulah saya sekarang, hampir tak bisa menjelaskan kenapa saya memilih Islam. Ini juga panggilan. Sebab saya hampir tidak bisa menjalaskan,” ujar perempuan kelahiran 1983 ini.

Tapi ini tak bisa di bilang “mistis” juga karena saya tahu Niken ini seorang yang rasional, dia seorang seorang peneliti, dia lulusan Sosiologi,” sela ibu Adhi Ayoe Yanthi yang mendampingi Niken ke PBNU. “Nah, Niken yang rasional ini ketemu dengan teman-teman NU yang toleran,” tambah pengasuh rumah baca al-Karimah ini.

Niken sudah mengenal NU sajak jadi seorang wartawati, ketika ia memeluk agama minoritas. Dalam benaknya ia menyimpulkan NU itu ramah, toleran terhadap agama lain. Dan, dalam pengamatannya, bagi warga nahdliyin, menjadi Islam itu tidak harus menjadi orang Arab.

“NU itu ramah, toleran terhadap minoritas, ungkapnya. Dan terbukti ketika saya bersentuhan dengan kalangan NU, misalnya Amral Dulmanan dan bu Adhi Ayoe Yanthi ini. Mereka tak membedakan saya karena agamanya.”

“Saya pernah mengikuti pengajian di komunitas selain NU. Ustadznya memberikan keterangan bahwa seorang isteri yang tidak mentaati suaminya, maka ia seperti monyet. Selain itu, mereka juga bilang kedua orang tua saya kafir, padahal mereka tetap dalam kepercayaannya. Saya tidak suka! Berbeda dengan NU seperti yang dijelaskan kiai Said tadi, dia bilang Islam menghormati agama-agama sebelumnya, menghormati Nabi Isa, dan agama-agama lainnya,” pungkasnya.

profil pengasuh kedua sirojul islam

Siroji Updated at: 01.04

K.M.MUGHITS NAJMUN NUJUM
Beliau lahir pada tanggal 14 bulan 10 tahun 1983 m.
Ayah beliau:K.H.AHMAD SIROJ MUNIR.
Ibu beliau:NYAI HJ.DIANA KHALIDAH.
Beliau mengaji langsung kepada ayah beliau”K.H.AHMAD SIROJ MUNIR”,beliau juga mengaji kepada K.H.HASYIM KHATIB ANSHARI, paiton sidodadi.
Dan kepada K.AS’ADI jember.
Beliau mengasuh pondok pesantren SIROJUL ISLAM mulai tahun 2006 m.
Beliau juga menjadi ketua umum ITTIHADUSY SYU’ARA’.
Dan aktif di ITTIHADUL ULAMA’ dan di BANI DAUD.
Beliau sangat di kenal akan ilmu ilmu hikmanya (kebathinan),mulai beliau masih kecil sudah banyak yang menyaksikan kebenaran ilmu ilmu hikmahnya.
Mulai tahun 2000 beliau sudah menjadi ketua umum perguruan kekuatan gaib (PKG), dan penyembuhan lewat ALQUR’AN yang di beri nama ATH THIB.

lambang sirojul islam

Siroji Updated at: 10.46



1. Lingkaran pinggir
2. Kelimat Pondok Pesantren Sirojul Islam dengan huruf latin
3. Lencana tiga pojok
4. Ma’ad Sirojul Islam dengan huruf arab diatas
5. Lilin/ lampu bersinar lima
6. Gambar Ka’bah
7. Gambar dua kitab
8. Gambar pita dengan tulisan PPSI
9. P.P.S.I. 4 huruf
10. Garis-garis kitab yang atas, kanan 7 dan kiri 7 garis
11. Garis-garis kitab yang bawah 10 garis
12. Titik-titik pada kitab berjumlah 1400; kanan 700 dan kiri 700 buah titik
: Perjuangan tiada putusnya.
: Administrasi/ surat-sutar biasanya ditulis dengan huruf latin.
: Penghuni Pondok harus menjalankan tiga landas, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan.
: Didalam Pondok Pesantren mengutamakan Bahasa Arab.
: Pondok Pesantren ini selalu memancar/ menyinari dan menjadi lampu umat islam.
: Pondok Pesantren ini menjadi kiblat umat islam; dan ajaran-ajarannya adalah ajaran-ajaran kuno yang asli dari Nabi Muhammmad SAW.
: Pegangan dan sumber Ponkok pelajaran adalah Al Qur’an dan Al Hadits.
: Didalam Pondok Pesantren juga diajarkan pelajaran-pelajaran modern yang sangat baik dan berguna dan pelajaran umum.
: Berdirinya P.P.S.I. pada Hari Rabu.
: Berdirinya P.P.S.I. pada tanggal 14.
: Berdirinya P.P.S.I. pada bulan 10 (Syawal).
: Berdirinya P.P.S.I. pada tahun 1400 H.

Pondok pesantren

Pondok pesantren

Siroji Updated at: 11.08



Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian. Tidak jarang beberapa tesis dan disertasi menulis tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini.

Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini adalah karena “modelnya”. Sifat keislaman dan keindonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan, sistem dan manhaj yang terkesan apa adanya, hubungan kyai dan santri serta keadaan fisik yang serba sederhana. Walau di tengah suasana yang demikian, yang menjadi magnet terbesar adalah peran dan kiprahnya bagi masyarakat, negara dan umat manusia yang tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya konstribusi yang pernah dipersembahkan lembaga yang satu ini, baik di masa pra kolonial, kolonial dan pasca kolonial, bahkan di masa kini pun peran itu masih tetap dirasakan.

Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan dewasa ini, ada baiknya kita menyimak kembali sistem pendidikan pesantren. Keintegrasian antara ilmu etika dan pengetahuan yang pernah dicanangkan pesantren perlu mendapat perhatian, sehingga  -paling tidak-  mengurangi apa yang menjadi trendi di tengah-tengah pelajar dan pemuda kita: TAWURAN.

Pondok pesantren Dahulu
Dalam catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi.

Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air. Sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel.

Kesederhanaan pesantren dahulu sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa keikhlasan yang dimiliki para santri dan sang Kyai. Hubungan mereka tidak hanya sekedar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Tidak heran bila santri merasa kerasan tinggal di pesantren walau dengan segala kesederhanaannya. Bentuk keikhlasan itu terlihat dengan tidak dipungutnya sejumlah bayaran tertentu dari para santri, mereka bersama-sama bertani atau berdagang dan hasilnya dipergunakan untuk kebutuhan hidup mereka dan pembiayaan fisik lembaga, seperti lampu, bangku belajar, tinta, tikar dan lain sebagainya.

Materi yang dikaji adalah ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist dan lain-lain. Biasanya mereka mempergunakan rujukan kitab turost atau yang dikenal dengan kitab kuning. Di antara kajian yang ada, materi nahwu dan fiqih mendapat porsi mayoritas. Ha litu karena mereka memandang bahwa ilmu nahwu adalah ilmu kunci. Seseorang tidak dapat membaca kitab kuning bila belum menguasai nahwu. Sedangkan materi  fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat (sosiologi). Tidak heran bila sebagian pakar meneybut sistem pendidikan Islam pada pesantren dahulu bersifat “fiqih orientied” atau “nahwu orientied”.

Masa pendidikan tidak tertentu, yaitu sesuai dengan keinginan santri atau keputusan sang Kyai bila dipandang santri telah cukup menempuh studi padanya. Biasanya sang Kyai menganjurkan santri tersebut untuk nyantri di tempat lain atau mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing. Para santri yang tekun biasanya diberi “ijazah” dari sang Kyai.

Lokasi pesantren model dahulu tidaklah seperti yang ada kini. Ia lebih menyatu dengan masyarakat, tidak dibatasi pagar (komplek) dan para santri berbaur dengan masyarakat sekitar. Bentuk ini masih banyak ditemukan pada pesantren-pesantren kecil di desa-desa Banten, Madura dan sebagian Jawa Tengah dan Timur.

Pesantren dengan metode dan keadaan di atas kini telah mengalami reformasi, meski beberapa materi, metode dan sistem masih dipertahankan. Namun keadaan fisik bangunan dan masa studi telah terjadi pembenahan. Contoh bentuk terakhir ini terdapat pada Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Tegalrejo.


anda muslim?

anda muslim?

Siroji Updated at: 12.00


anda muslim?
saya disini mau komentar hal yang sangat memalukan,
muslim di indonesia ini apakah benar benar muslim?
saya rasa banyak orang indonesia ini hanya mengaku ngaku muslim,padahal dia bukan muslim,saya mengatagorikan mereka itu munafiq,
banyak alasan saya bisa bicara begitu,
1.orang islam di negara ini banyak sekali yang tidak tau ilmu ilmu islam,tidak tau tauhid,akhlaq,figh,apalagi pemahaman dalam alqur'an sendiri.
2.membenci kelompok kelompok yang benar,seperti penyerangan FPI kepada AHMADIYAH,seandainya mereka itu benar benar cinta pada islam,mustinya mereka sakit karna islam dinodai oleh AHMADIYAH,yang salah dalam hal itu adalah pemerintah,kenapa?karna seharusnya pemerintah memubarkan AHMADIYAH,karna AHMADIYAH jelas bukan islam,ia hanyalah aliran sesat yang memakai nama islam,
3.saya lihat komentar komentarnya orang indonesia yang mengaku ngaku islam ternyata tidak sesuai dengan islam,tidak berakhlaqul karimah,bertindak mengikuti hawa nafsunya saja,
seorang muslim tidak akan mengikuti hawa nafsunya,
 لاتطع الشهوى
4.tidak ada kekompakan dan tidak merasakan sakit diwaktu orang muslimnya lainnya sakit,
5.tidak melaksanakan amar ma'ruf,apalagi nahi munkarnya!
6.berpolitik dengan cara nasrani,tidak berpolitik secara islami.
dan mungkin masih banyak lagi yang lain.
anda muslim?
kaji ilmu islam baru anda komentar dan bertindak,افهل بالحق وافعل بالعلم

semoga ini menjadi renungan buat semua ummat islam,hususnya saya sendiri,dan mudah mudahan ini bermanfaat amin.
min: m.mughits

Postingan Lebih Baru
Langganan: Postingan (Atom)

Arsip Blog

  • ►  2020 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Juni (3)
  • ▼  2011 (8)
    • ▼  Desember (2)
      • lambang yayasan dan pondok sirojul islam
      • cara membuat read more
    • ►  Oktober (2)
      • Kesaksian Abraham David Mandey memeluk Islam
      • Masuk Islam Karena Baca Buku Anak-anak
    • ►  September (2)
      • profil pengasuh kedua sirojul islam
      • lambang sirojul islam
    • ►  Juni (2)
      • Pondok pesantren
      • anda muslim?

Popular Posts

  • profil pengasuh kedua sirojul islam
    K.M.MUGHITS NAJMUN NUJUM Beliau lahir pada tanggal 14 bulan 10 tahun 1983 m. Ayah beliau:K.H.AHMAD SIROJ MUNIR. Ibu beliau:NYAI HJ.DIANA K...
  • lambang sirojul islam
    1. Lingkaran pinggir 2. Kelimat Pondok Pesantren Sirojul Islam dengan huruf latin 3. Lencana tiga pojok 4. Ma’ad Sirojul Islam dengan h...
  • Pondok pesantren
    Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem pendidikan pertama dan ...
  • Kiai Muhammad Mughits Tidak Setuju Masjid Ditutup
    Siroji - Kiai Muhammad Mughits Tidak Setuju Masjid Ditutup Sangat lama tidak update blog dan sekarang saya harus update karena sekarang in...
  • Dicurhati muridnya, Guru di Solo malah ngajak ngamar di hotel
    Siroji - Dicurhati muridnya, Guru di Solo malah ngajak ngamar di hotel Inilah Kisah Nyata yang sering terjadi. Banyak sekali Kisah-kisah...
  • Menjelang Bulan Ramadlan 2014 di Ponpes Sirojul Islam
    Siroji - Menjelang Bulan Ramadlan 2014 di Ponpes Sirojul Islam seperti biasanya, di Pondok Pesantren Sirojul Islam Kebonagung Kraksaan Pr...
  • anda muslim?
    anda muslim? saya disini mau komentar hal yang sangat memalukan, muslim di indonesia ini apakah bena...
  • cara membuat read more
    Langkah-langkah cara membuat Read More Otomatis di Blogspot *Login ke Blog anda *Buka halaman design > Edit HTML > centang Expand te...
  • Menjelang Ramadlan Mahasiswi Cantik Sekamar dengan Pengusaha
    Siroji - Menjelang Ramadlan Mahasiswi Cantik Sekamar dengan Pengusaha Kamis (12/6) malam hingga Jumat (13/6) dini hari. Petugas berhasil ...
  • lambang yayasan dan pondok sirojul islam
© Siroji | Download Template
by Ramadlan - Jaib Najhan