Niken Arumsari terharu ketika mendapat ucapan selamat dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ia baru saja membaca dua kalimah syahadat yang dituntun ketua umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj disaksikan sejumlah pengurus PBNU di lantai 3 gedung PBNU pada Selasa, (20/9) pukul 14.30.
Ternyata, tertariknya Niken ke dalam dekapan Islam yang rahmatan lil-alamin ini bermula dari membaca buku. Dan uniknya, buku bacaan anak-anak.
“Mulanya sejak Maret 2011 lalu saya baca buku anak-anak di rumah baca Al-Karimah, di Matraman. Buku anak-anak itu disajikan dalam bentuk komik, bergambar, dan dengan bahasa sederhana. Di situ dijelasakan apa itu Islam, tentang rukun iman, rukun Islam, solat dan lain-lain,” ungkapnya.
Selain itu, mulanya kedua orang tua Niken adalah muslim yang pindah agama berdasar “panggilan” dan sukarela.
“Mulanya memang kedua orang tua saya adalah muslim,” ungkap lulusan jurusan Sosiologi universitas Indonesia (UI) ini. “Pada waktu SMA, ayah saya pindah ke agama lain. Ketika saya tanyakan, ia bilang inilah panggilan Tuhan. Dan ibu saya yang muslim, ikut agama ayah,” tambahnya.
“Begitulah saya sekarang, hampir tak bisa menjelaskan kenapa saya memilih Islam. Ini juga panggilan. Sebab saya hampir tidak bisa menjalaskan,” ujar perempuan kelahiran 1983 ini.
Tapi ini tak bisa di bilang “mistis” juga karena saya tahu Niken ini seorang yang rasional, dia seorang seorang peneliti, dia lulusan Sosiologi,” sela ibu Adhi Ayoe Yanthi yang mendampingi Niken ke PBNU. “Nah, Niken yang rasional ini ketemu dengan teman-teman NU yang toleran,” tambah pengasuh rumah baca al-Karimah ini.
Niken sudah mengenal NU sajak jadi seorang wartawati, ketika ia memeluk agama minoritas. Dalam benaknya ia menyimpulkan NU itu ramah, toleran terhadap agama lain. Dan, dalam pengamatannya, bagi warga nahdliyin, menjadi Islam itu tidak harus menjadi orang Arab.
“NU itu ramah, toleran terhadap minoritas, ungkapnya. Dan terbukti ketika saya bersentuhan dengan kalangan NU, misalnya Amral Dulmanan dan bu Adhi Ayoe Yanthi ini. Mereka tak membedakan saya karena agamanya.”
“Saya pernah mengikuti pengajian di komunitas selain NU. Ustadznya memberikan keterangan bahwa seorang isteri yang tidak mentaati suaminya, maka ia seperti monyet. Selain itu, mereka juga bilang kedua orang tua saya kafir, padahal mereka tetap dalam kepercayaannya. Saya tidak suka! Berbeda dengan NU seperti yang dijelaskan kiai Said tadi, dia bilang Islam menghormati agama-agama sebelumnya, menghormati Nabi Isa, dan agama-agama lainnya,” pungkasnya.